Rabu, 21 Agustus 2013

Jangan Lagi Katakan "Ini" Walau Anda Tidak Siap

Saat ini saya masih berada di Amsterdam, Belanda untuk memenuhi undangan yang diberikan Asosiasi Pesepakbola Dunia kepada Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia, dimana saya menjadi salah satu staffnya. Undangan yang diberikan adalah untuk menghadiri Peresmian Kantor baru dimana diakhiri dengan menyaksikan pertandingan final europa league (kalau yang ini pasti banyak yang merasa iri :).

Sebagai informasi saja bahwa kami biasanya menghadiri undangan minimal 2x dalam 1 tahun yakni kongres asia dan dunia, dan untuk acara itu kami pasti memerlukan presentasi yang cukup baik untuk dapat dipresentasikan apalagi menggunakan bahasa inggris. Untuk undangan kali ini saya tidak menyiapkannya karena di awal bulan Juni nanti kami ada kongres asia sehingga kami pikir semua akan kami persiapkan disana. Namun apa yang terjadi? ternyata saat hari kedua saya berada disini kami dari divisi asia diminta untuk mengadakan meeting selama satu jam sebelum salah satu sesi dimulai.

Jadi tepatnya pada hari kedua di tengah cuaca Amsterdam yang sedang dingin jam 11 siang waktu disini kami dari divisi asia mulai berkumpul, kemudian meeting dibuka oleh ketua kami dan yang keluar dari mulutnya bukanlah tentang sharing atau ngobrol2 biasa namun meminta tiap negara untuk memberikan presentasi tentang keadaan negaranya masing-masing. Pernahkah anda dalam situasi seperti ini? karena keadaan maka anda tanpa persiapan harus tetap berbicara di depan publik? Saat itu juga antara Pikiran, Perasaan dan mulut beradu dan saling bertentangan menjadi satu mau memulai dari mana, bicara apa, bahasa yang benarnya seperti apa, namun tetap saja saya harus mengatakannya atau jika bahasa sehari-harinya ini derita gw :). Maka tibalah saatnya saya untuk bicara dan sebenarnya ingin sekali kata pertama saya adalah: Mohon maaf sebelumnya jika saya tidak menyiapkan bahan untuk bicara saat ini, karena saya pikir di acara ini tidak ada presentasi seperti saat ini. Thank God karena saya sering menegur peserta training yang melakukan hal seperti itu, maka saya pun tidak melakukannya sampai akhir presentasi saya. Kalau ditanya apakah presentasi saya memuaskan maka saya mengatakan saya tidak puas, tetapi paling tidak sebagai pembicara kita terlihat siap saat berbicara kapanpun, dengan siapapun dan dimanapun.

Saya beralih ke cerita yang berbeda saat saya hendak berangkat ke Amsterdam di hari minggu kemarin, jam 2 siang saya diundang untuk meeting dengan salah satu klien dari badan pemerintahan untuk menginformasikan penawaran menyelenggarakan acara training yang mereka minta kepada saya. Saya datang dengan pakaian tidak formal ke salah satu hotel di kawasan Karawaci, kemudian disambut oleh PIC dari klien saya, ke salah satu meeting room yang ada di hotel tersebut. Saya tersenyum dan sangat percaya diri untuk menyampaikan penawaran saya kepada pihak yang berwenang disana. Akhirnya saya bertemu dengan 3 orang pimpinan dalam meeting room yang kosong dan saya pikir untuk apa ya bertemu saya saja sampai ada ruangan sebesar ini? Selepas berkenalan PIC tersebut memanggil kurang lebih 20 orang lainya untuk masuk ruangan, dan salah satu pimpinan yang baru saja berkenalan dengan saya membuka acara tersebut dengan formal termasuk memperkenalkan saya dan agenda yang pertama dia mengatakan begini: saat ini telah hadir Valentino Simanjuntak sebagai penyelenggara acara, untuk lebih jelasnya mari kita dengarkan presentasi dari beliau tentang perusahaannya dan konsep acara yang ditawarkan. WOOOW seketika saya memandang PIC yang mengudang saya untuk memberikan kode dengan eye contact kira-kira jika di verbalkan seperti ini: “apa-apaan nih, kenapa gw jadi diminta presentasi, kan loe bilang cuma kasih penawaran doang? Pakaian informal sendirian dan tidak ada bahan presentasi” :), tetapi lagi-lagi seperti yang awal itulah derita saya dan tetap saya harus mulai berbicara. Di awal pembicaraan kembali sama dalam mulut saya sudah ingin melontarkan kata bahwa saya diundang sebenarnya bukan untuk presentasi jadi mohon maaf jika saat ini saya tidak maksimal dalam memberikan presentasi. Namun di saat itu juga pikiran saya mengatakan jika perkataan tadi jika diucapkan hanya akan membuat saya di mata klien tidak profesional dan tidak siap, sehingga saya memilih untuk tetap dengan percaya diri melakukan presentasi seakan-akan saya sudah mempersiapkan untuk presentasi saat itu. Setelah selesai PIC tersebut tersenyum  saja dan bilang sudah pas tadi presentasinya, dan saya juga hanya bisa membalas dengan senyuman.

Dari dua cerita di atas anda bisa saja bertanya apa yang salah jika kita berterus terang kepada audiens kalau kita tidak siap dan meminta maklum pada mereka? jawaban saya adalah berikut ini:

Pembeli yang perlu dimaklumi
Tujuan kita mengatakan excuse memang awalnya untuk dimaklumi, namun audiens datang dengan waktu, pikiran dan tenaga bukan untuk memaklumi kita namun pembicara yang memaklumi mereka. Ini kalau saya analogikan sama dengan pembeli dan penjual, dimana saat anda menjadi penjual maka yang harus dimaklumi adalah pembelinya bukan sebaliknya. Saat pembeli komplain dengan ketidaksiapan layanan penjual maka yang perlu memaklumi adalah penjual bukan justru pembeli yang harus memaklumi ada yang tidak beres. Pembicara seperti penjual, apa yang dijual? perkataannya. Jika di awal anda sudah menunjukan ketidaksiapan, bagaiamana audiens anda akan mendengarkan dan percaya dengan perkataan anda sampai akhir

Siap tidak siap pembicara harus siap
Saat kita ditunjuk atau apapun namanya secara dadakan, sebagai pembicara dan situasi tersebut harus kita lalui, maka siap tidak siap kita harus siap. Katakanlah apa yang memang anda bisa katakan saat itu, terlepas dari latar belakang anda siap atau tidak. Hal ini harus pembicara lakukan untuk menunjukan kredibilitas anda sebagai pembicara.

Kualitas
Saat anda tidak siap namun anda mampu mendapat atensi dan kepercayaan dari audiens tanpa perlu mereka ketahui ketidaksiapan anda disitulah kualitas anda terlihat sebagai pembicara,sehingga audiens yang pada akhirnya mengetahui ketidak siapan anda akan mengatakan jika tidak siap aja sudah sebaik tadi apalagi jika dengan persiapan

Jadi mulai sekarang, jangan pernah lagi untuk anda mengatakan kata-kata mohon maklum karena anda tidak siap, mohon maaf karena anda tidak siap, mohon diketahui bahwa seharusnya bukan saya berada disini, dsb yang intinya sama karena saat kita berbicaa itu derita kita bukan mereka. Kalau begitu bagaimana caranya supaya bisa terlihat siap saat kita tidak siap? tunggu tulisan saya edisi berikutnya.

Valentino Simanjuntak memberikan tulisan ini dari Amsterdam, Belanda :)

Tidak ada komentar: