Saat ini saya masih berada di Amsterdam, Belanda untuk memenuhi
undangan yang diberikan Asosiasi Pesepakbola Dunia kepada Asosiasi Pesepakbola
Profesional Indonesia, dimana saya menjadi salah satu staffnya. Undangan yang
diberikan adalah untuk menghadiri Peresmian Kantor baru dimana diakhiri dengan
menyaksikan pertandingan final europa league (kalau yang ini pasti banyak yang
merasa iri :).
Sebagai informasi saja bahwa kami biasanya menghadiri undangan
minimal 2x dalam 1 tahun yakni kongres asia dan dunia, dan untuk acara itu kami
pasti memerlukan presentasi yang cukup baik untuk dapat dipresentasikan apalagi
menggunakan bahasa inggris. Untuk undangan kali ini saya tidak menyiapkannya
karena di awal bulan Juni nanti kami ada kongres asia sehingga kami pikir semua
akan kami persiapkan disana. Namun apa yang terjadi? ternyata saat hari kedua
saya berada disini kami dari divisi asia diminta untuk mengadakan meeting
selama satu jam sebelum salah satu sesi dimulai.
Jadi tepatnya pada hari kedua di tengah cuaca Amsterdam yang sedang
dingin jam 11 siang waktu disini kami dari divisi asia mulai berkumpul,
kemudian meeting dibuka oleh ketua kami dan yang keluar dari mulutnya bukanlah
tentang sharing atau ngobrol2 biasa namun meminta tiap negara untuk memberikan
presentasi tentang keadaan negaranya masing-masing. Pernahkah anda dalam
situasi seperti ini? karena keadaan maka anda tanpa persiapan harus tetap
berbicara di depan publik? Saat itu juga antara Pikiran, Perasaan dan mulut
beradu dan saling bertentangan menjadi satu mau memulai dari mana, bicara apa,
bahasa yang benarnya seperti apa, namun tetap saja saya harus mengatakannya
atau jika bahasa sehari-harinya ini derita gw :). Maka tibalah saatnya saya
untuk bicara dan sebenarnya ingin sekali kata pertama saya adalah: Mohon maaf
sebelumnya jika saya tidak menyiapkan bahan untuk bicara saat ini, karena saya
pikir di acara ini tidak ada presentasi seperti saat ini. Thank God karena saya
sering menegur peserta training yang melakukan hal seperti itu, maka saya pun
tidak melakukannya sampai akhir presentasi saya. Kalau ditanya apakah
presentasi saya memuaskan maka saya mengatakan saya tidak puas, tetapi paling
tidak sebagai pembicara kita terlihat siap saat berbicara kapanpun, dengan
siapapun dan dimanapun.
Saya beralih ke cerita yang berbeda saat saya hendak berangkat ke
Amsterdam di hari minggu kemarin, jam 2 siang saya diundang untuk meeting
dengan salah satu klien dari badan pemerintahan untuk menginformasikan
penawaran menyelenggarakan acara training yang mereka minta kepada saya. Saya
datang dengan pakaian tidak formal ke salah satu hotel di kawasan Karawaci,
kemudian disambut oleh PIC dari klien saya, ke salah satu meeting room yang ada
di hotel tersebut. Saya tersenyum dan sangat percaya diri untuk menyampaikan
penawaran saya kepada pihak yang berwenang disana. Akhirnya saya bertemu dengan
3 orang pimpinan dalam meeting room yang kosong dan saya pikir untuk apa ya
bertemu saya saja sampai ada ruangan sebesar ini? Selepas berkenalan PIC
tersebut memanggil kurang lebih 20 orang lainya untuk masuk ruangan, dan salah
satu pimpinan yang baru saja berkenalan dengan saya membuka acara tersebut
dengan formal termasuk memperkenalkan saya dan agenda yang pertama dia
mengatakan begini: saat ini telah hadir Valentino Simanjuntak sebagai
penyelenggara acara, untuk lebih jelasnya mari kita dengarkan presentasi dari
beliau tentang perusahaannya dan konsep acara yang ditawarkan. WOOOW seketika
saya memandang PIC yang mengudang saya untuk memberikan kode dengan eye contact
kira-kira jika di verbalkan seperti ini: “apa-apaan nih, kenapa gw jadi diminta
presentasi, kan loe bilang cuma kasih penawaran doang? Pakaian informal
sendirian dan tidak ada bahan presentasi” :), tetapi lagi-lagi seperti yang
awal itulah derita saya dan tetap saya harus mulai berbicara. Di awal
pembicaraan kembali sama dalam mulut saya sudah ingin melontarkan kata bahwa
saya diundang sebenarnya bukan untuk presentasi jadi mohon maaf jika saat ini
saya tidak maksimal dalam memberikan presentasi. Namun di saat itu juga pikiran
saya mengatakan jika perkataan tadi jika diucapkan hanya akan membuat saya di
mata klien tidak profesional dan tidak siap, sehingga saya memilih untuk tetap
dengan percaya diri melakukan presentasi seakan-akan saya sudah mempersiapkan
untuk presentasi saat itu. Setelah selesai PIC tersebut tersenyum saja dan bilang sudah pas tadi presentasinya,
dan saya juga hanya bisa membalas dengan senyuman.
Dari dua cerita di atas anda bisa saja bertanya apa yang salah jika
kita berterus terang kepada audiens kalau kita tidak siap dan meminta maklum
pada mereka? jawaban saya adalah berikut ini:
Pembeli yang perlu dimaklumi
Tujuan kita mengatakan excuse memang awalnya untuk dimaklumi, namun
audiens datang dengan waktu, pikiran dan tenaga bukan untuk memaklumi kita
namun pembicara yang memaklumi mereka. Ini kalau saya analogikan sama dengan
pembeli dan penjual, dimana saat anda menjadi penjual maka yang harus dimaklumi
adalah pembelinya bukan sebaliknya. Saat pembeli komplain dengan ketidaksiapan
layanan penjual maka yang perlu memaklumi adalah penjual bukan justru pembeli
yang harus memaklumi ada yang tidak beres. Pembicara seperti penjual, apa yang
dijual? perkataannya. Jika di awal anda sudah menunjukan ketidaksiapan,
bagaiamana audiens anda akan mendengarkan dan percaya dengan perkataan anda
sampai akhir
Siap tidak siap pembicara harus siap
Saat kita ditunjuk atau apapun namanya secara dadakan, sebagai
pembicara dan situasi tersebut harus kita lalui, maka siap tidak siap kita
harus siap. Katakanlah apa yang memang anda bisa katakan saat itu, terlepas
dari latar belakang anda siap atau tidak. Hal ini harus pembicara lakukan untuk
menunjukan kredibilitas anda sebagai pembicara.
Kualitas
Saat anda tidak siap namun anda mampu mendapat atensi dan
kepercayaan dari audiens tanpa perlu mereka ketahui ketidaksiapan anda
disitulah kualitas anda terlihat sebagai pembicara,sehingga audiens yang pada
akhirnya mengetahui ketidak siapan anda akan mengatakan jika tidak siap aja
sudah sebaik tadi apalagi jika dengan persiapan
Jadi mulai sekarang, jangan pernah lagi untuk anda mengatakan
kata-kata mohon maklum karena anda tidak siap, mohon maaf karena anda tidak
siap, mohon diketahui bahwa seharusnya bukan saya berada disini, dsb yang
intinya sama karena saat kita berbicaa itu derita kita bukan mereka. Kalau
begitu bagaimana caranya supaya bisa terlihat siap saat kita tidak siap? tunggu
tulisan saya edisi berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar